Entah berapa lama aku sudah duduk dipojok café ini. Para tamu bergantian datang
dan pergi, waiters pun seolah tak
kenal lelah berlalu-lalang melewati tempatku menyepi. Disini, aku seperti ada
di duniaku sendiri meski keadaan sangat ramai sekalipun. Aku tak lupa bahwa
pernah ada sapa, canda, tawa, senyuman, obrolan, amarah, bahkan tangisan di
pojok ini. Aku bisa saja menyebut diriku gila, ibaratnya seseorang yang
memiliki sebuah lagu favorite yang
apabila dia telah selesai memutarnya, tanpa ragu akan menekan tombol rewind untuk mengulangnya dari awal. Aku
pun seperti itu, pojok café ini tempat favoriteku.
Tak terhitung berapa kali aku mengunjunginya dalam setahun terakhir ini, bahkan
para waiters sudah tak asing lagi
dengan wajahku. Sejujurnya aku tak ingin kenangan bersamanya hilang, bahkan
dilubuk hati ini aku sangat tak ingin kehilangannya. Maka aku selalu datang ke
tempat ini untuk mengobati kegilaanku, tempat yang apabila aku duduk sendiri di
pojok ini semua ilustrasi seperti terulang kembali.
Aku ingat saat pertama kali
dia mengajakku ke tempat ini, saat dia mengatakan bahwa dia menyukaiku,
menginginkan aku menjadi kekasihnya, dan juga entah berapa malam yang telah aku
lewati bersamanya disiini. café ini banyak meninggalkan kenangan tentangnya,
bahkan hingga saat dia meninggalkan aku pun tempat ini menjadi saksinya. Senyumku
selalu mengembang sendiri bila aku ingat bagaimana ekspresinya saat dia memuji
enaknya cappuccino, chesse cake, dan mango dessert disini. Tak pernah kulupa saat
dia menyusut pinggiran bibirku yang penuh oleh coklat lumer, juga mimik mukanya
yang lucu saat aku tak sengaja menumpahkan secangkir greentea milikku ke atas piring donatnya, serta ketika café ini
menggelar acara rutinnya setiap sabtu malam yaitu live music, dia ikut menyanyikan sebuah lagu favoritenya untukku.. 311-love
song.
Bukan hanya senyuman, Kadang air mata ini pun sering jatuh dengan
sendirinya tanpa meminta persetujuanku, suara gebrakan meja itu masih
terngiang-ngiang di telinga ini. Malam itu aku dengannya bertengkar hebat
dipojok sini, adu argument antara aku
dan dia menyedot perhatian banyak pasang mata. Namun kami tak peduli, aku dan
dia sama-sama keras kepala juga tak ada yang mau mengalah. Sampai akhirnya
ketika emosi menguasai kami berdua, dia menggebrak meja dan pergi meninggalkanku.
Membuat segelas cappuccino tumpah hingga meja tergenang coffe favoritenya. Aku terduduk lemah sambil
menangis tersedu, aku memaki-makinya didalam hati. Bayangkan saja, wanita mana
yang bisa terima bila sang pacar berselingkuh dengan sahabatnya sendiri? Mengingatnya
membuat pikiranku kembali melayang ke masa itu.
“maaf mbak, café ini akan
segera tutup 30 menit lagi.” Sebuah suara mengembalikan aku dari kenangan masa
laluku, menatapku sambil tersenyum. “oh iya, minta billnya mbak.” Jawabku sambil membalas senyuman sang waiters. Aku terdiam memandangi dus anyaman
kecil dihadapanku, semua kenangan telah aku masukan kedalamnya. Dan aku memutuskan
untuk menyelesaikan kegilaanku dengan berhenti mengenangnya, tepat setahun
setelah dia pergi meninggalkanku. Aku
tak akan datangi café ini lagi. Akupun akan membuang semua barang pemberian
darinya disini, ditempat yang penuh kenangan dan bahkan telah menjadi saksi
bisu kisah cinta antara aku dan dia. Aku beranjak menuju kasir untuk kemudian meninggalkan
tempat ini, namun dus kecil penuh kenangan itu tetap disini.. di atas meja di
pojok café.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar